Penulis :
IPTU Gede Sukarmadiyasa, S.H., M.H. – Kapolsek Asembagus Polres Situbondo Polda Jatim
SITUBONDO – Kendaraan bermotor (ranmor) utamanya sepeda motor merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan saat ini. Sepeda motor seperti ‘kepanjangan kaki’ bagi pemiliknya sebagai kebutuhan pokok sehari-hari untuk transportasi ke tempat kerja maupun keperluan mobilitas lainnya. Kemudahan memiliki sepeda motor baru atau bekas melalui fasilitas kredit dari perusahaan finance semakin menarik bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan alat transportasi dalam menunjang kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel, sehingga sepeda motor termasuk ke dalam kelompok kendaraan bermotor menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Sebagai kendaraan bermotor, keberadaan sepeda motor sudah seharusnya teregistrasi yang meliputi :
1. Registrasi dan identifikasi atas kendaraan bermotor dan pemiliknya;
2. Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
3. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (lazim disingkat BPKB) adalah dokumen pemberi legitimasi kepemilikan ranmor yang diterbitkan Polri berisi identitas dan pemilik kendaraan yang berlaku selama ranmor tidak dipindahtangankan; sedangkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (lazim disingkat STNK) adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoprasian ranmor yang berbentuk surat atau bentuk lain yang diterbitkan Polri berisi identitas pemilik, identitas ranmor dan masa berlaku termasuk pengesahannya (Perpol Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan identifikasi ranmor).
BPKB berfungsi sebagai bukti legitimasi ranmor dan kepemilikan ranmor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kepemilikan adalah kepunyaan. Merujuk pada arti kepemilikan, maka identitas pemilik yang teregistrasi dan tercantum pada BPKB adalah pemilik kendaraan yang sah dan telah teregistrasi pada registrasi dan identifikasi pada kantor Kepolisian.
Dari hasil monitoring bahwa banyak sepeda motor yang beredar di masyarakat yang ‘hanya’ dilengkapi dengan STNK, karena kendaraan diperoleh atau dibeli ‘memang’ hanya dilengkapi dengan STNK tanpa BPKB. Perolehan ranmor ber-STNK tanpa ber-BPKB di pasaran harganya ‘jauh’ lebih murah, jika dibandingkan dengan yang dilengkapi BPKB. Kebutuhan alat transportasi yang mendesak dengan keterbatasan kondisi keuangan untuk membeli sepeda motor baru atau bekas ber- BPKB telah memicu pembelian sepeda motor yang hanya dilengkapi STNK. Fakta di lapangan menunjukkan, kecenderungan masih beroperasinya sepeda motor yang hanya dilengkapi STNK sebagai sarana transportasi.
Menurut hemat penulis, perolehan sepeda motor melalui pembelian yang hanya dilengkapi STNK tanpa BPKB, maka konsekuensi yuridisnya kepemilikannya tidaklah sah, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembeli tersebut hanya terbatas sebagai ‘penguasa’ atas benda bergerak dan bukanlah sebagai pemilik. Ditinjau dari aspek (hukum) administrasi, pengecekan secara fisik kendaraan di Kepolisian yang membidangi registrasi dan identifikasi, sepeda motor tersebut bukan atas nama pembeli yang nota bene pemilik/pembeli. Dengan demikian, pembelian dan perolehan sepeda motor ber-STNK tanpa ber-BPKB tidak mempunyai legitimasi kuat apabila terjadi sengketa atau permasalahan hukum terkait ‘status’ perolehannya.
Dapat dicontohkan dalam hal sepeda motor sebagai objek jaminan fidusia yang kreditnya macet atau sepeda motor sebagai hasil kejahatan pencurian atau penggelapan yang kemudian dipindah tangankan melalui jual-beli, maka lemahlah perlindungan hukum terhadap pembeli sepeda motor tanpa BPKB. Bahkan dalam kasus tertentu pembeli sepeda motor dapat dituntut atau disangkakan melakukan perbuatan penadahan atau persekongkolan jahat sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP.
Permasalahan lain terkait kepemilikan sepeda motor yang hanya dilengkapi STNK yaitu, apabila sepeda motor tersebut hilang dikarenakan pencurian, maka pembuktian atas kepemilikan pembeli sepeda motor tersebut akan lemah tanpa adanya BPKB atas nama pembeli. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, pembelian sepeda motor ber-STNK namun tanpa dilengkapi BPKB, berdampak pada tidak adanya perlindungan hukum bagi pembeli.
Dalam hal ini apabila sepeda motor dilaporkan hilang karena pencurian, maka legalitas kepemilikannya akan sulit dilacak melalui penelusuran berdasarkan registrasi dan identifikasi status kepemilikan. Dalam kasus tertentu, pemilik/pemegang BPKB dengan leluasa dapat melaporkan telah kehilangan sepeda motor ‘hanya’ dengan berbekal BPKB. Dengan adanya laporan pemilik/pemegang BPKB, bagi pihak kepolisian telah memiliki legitimasi kuat untuk melakukan pemblokiran atas laporan kehilangan tersebut. Oleh karena itu, pembelian sepeda motor yang hanya dilengkapi STNK tanpa BPKB, rentan menimbulkan permasalahan hukum dikarenakan tidak adanya perlindungan hukum bagi pembeli. (humas/hendra)
Discussion about this post